Aku bukanlah orang yang
selalu lihai dalam memilih kata untuk menceritakan semua isi kepalaku. Seperti
saat ini, aku sedang bingung harus memulai menulis darimana. Jadi maafkan aku bila tulisan ini
terkesan melompat-lompat. Nikmati saja :)
“Hai.”
Satu kata sederhana itu
muncul di layar hpku saat aku membuka LINE malam itu, ternyata
pengirimnya adalah kamu. Tentu saja
aku kaget, sekitar 5 detik, kemudian jemariku mengetikkan balasan.
“Hai
juga.”
Setelahnya tanpa
aba-aba, percakapan mengalir deras. Seolah kata “hai” yang kamu kirim
sebelumnya punya mantra, yang berhasil buatku tersihir untuk terus menatap
layar handphoneku menunggu percakapan-percakapan berikutnya.
Kalau diingat-ingat
kembali, lucu juga ya.. bagaimana kita yang tak saling kenal sebelumnya bisa berubah
akrab hanya karena sapaan sederhana di jejaring sosial. Tiba-tiba saja aku
merasa kamu menjadi bagian dari
kehidupan sehari-hariku, sapaanmu,
ceritamu, candaanmu, perhatianmu, entah
bagaimana menjadi hal yang ku nanti tiap harinya. Hahaha.
Ah namun tetap saja,
menurutku komunikasi terbaik di muka bumi ini adalah komunikasi tatap-muka,
bukan sekedar komunikasi yang mengandalkan ketikan-ketikan dari jemari di
keyboard hp, itu pun pakai LINE pula -__-
Jadi, itu yang
membuatku mulai ragu. Tiga bulan percakapan mengalir tanpa jeda, namun tak
sekalipun kita pernah bertemu tatap. Entahlah, akukah yang terlalu berharap? Menurutku, tiga bulan adalah waktu yang cukup panjang untuk bisa mengatur waktu bertemu.
Namun tak juga ada pergerakan. Aku bertanya-tanya pada diriku sendiri, “Sampai
kapan terus begini?”
Yah pada akhirnya, tak
tunggu waktu lama. Terhitung dari hari pertama bulan ini, kita tak lagi bertegur sapa. Ternyata bosan yang ku rasa, terasa pula olehmu. Jujur saja.. aku juga bosan dengan
percakapan yang itu-itu saja, aku mulai bingung mencari bahan bahasan apa lagi
di tiap malam, dan aku sudah tak seantusias dulu lagi menatap layar handphone
demi menunggu kabar darimu. Namun,
setidaknya aku tidak (atau belum?) menyerah. Kamu yang menyerah duluan tanpa aba-aba. Seriously, bagaimana bisa kamu tiba-tiba menghilang tanpa pamit?
Aku masih tak habis
pikir sih, gampang banget ya. Memberi harapan, buat melambung jauh terbang
tinggi, terus dilepas gitu aja. Rasanya seperti mendarat tanpa aturan
kecepatan, hatiku menghantam tanah dengan telaknya. Setiap malam menanti kabarmu, namun tak kunjung ada. Berkali-kali
ku cek ulang percakapan terakhir kita, mencoba mengoreksi adakah perkataanku
yang salah sebelumnya sehingga membuatmu
pantas begitu, ternyata tidak. Kepergianmu
menyisakan tanda tanya.
Ku ceritakan deh bagaimana
aku ketika hari-hari awal kamu tak
mengabariku apa-apa. Aku mulai sibuk membuka setiap jejaring sosialmu, memastikan paket internetmu
masih ada atau tidak. Ya setidaknya kalau aku melihat tak ada aktivitas apapun
di jejaring sosialmu, aku bisa menghibur hatiku dengan pikiran positif, ternyata
paketmu habis. Taunya? Tidak juga tuh, kamu tetap berbagi momenmu di salah satu
jejaring sosial yang ada. Namun sanggup tidak membalas chat dariku. Wkwkwk sedih!
Tiba-tiba aku mulai menebak-nebak, kenapa ya? Apa aku sebegitu membosankannya?
Apa aku tidak lagi menarik? Apa aku tiba-tiba jelek di matamu? Huaa, you made me frustrated!
Namun, itu hanya cerita di hari-hari awal. Selanjutnya, marahku berubah cemas. Bukan lagi soal aku ingin dicari olehmu, bukan lagi soal aku ingin segera dihubungi olehmu, bukan lagi soal betapa menyebalkannya hal yang kamu lakukan padaku. Justru sekarang ini tentang kamu, aku mulai berpikir adakah kamu disana baik-baik saja sekalipun tak memberiku kabar? Adakah kamu sedang menghadapi masa-masa sulit sehingga tak sengaja mengabaikanku? Adakah kamu sedang sehat atau sakit? Aku mengkhawatirkanmu. Dan rasa ingin tauku akan keadaanmu sungguh menyiksa.
Lebay ya? Dulu ga kenal, lalu dekat juga karena chattingan, eh pas kamu ngilang aku sekhawatir ini? Hmm gataulah. Yang jelas, aku ga biasanya kaya gini ke orang lain, hanya ke orang-orang tertentu. Kamu salah satunya.
Selanjutnya setelah menghilang begitu saja, beberapa hari lalu aku mendengar kabarmu lagi, kamu muncul di timeline media sosialku. Ah betapa leganya aku mengetahui kamu baik-baik saja. Terima kasih! Terima kasih karena kamu tidak kenapa-kenapa. Terima kasih karena sudah terus bahagia dan tetap sehat. Terima kasih karena ternyata kamu baik-baik saja.
Dan entah bagaimana, kemunculanmu kembali membuat aku sadar bahwa percakapan-percakapan kita memang sudah benar-benar berakhir. Dengan tulisanku ini, ku deklarasikan bahwa sekarang aku sudah ikhlas melepas apa yang memang tak pernah ku miliki, melepaskan kamu bersama dengan perasaan nyaman yang pernah ada. Ini kali pertama aku menceritakanmu di blog ini, dan kemungkinan akan menjadi kali terakhir.
Kelak bila kedua matamu menemukan tulisan ini, kamu harus tau bahwa aku ingin menyampaikan dua hal padamu, pertama maaf dan kedua terima kasih. Maaf bila sikapku pernah melukaimu, contohnya pengabaian berkepanjangan atas hadirmu yang selama ini ku lakukan. Dan terima kasih buat setiap perhatian yang terselip dalam percakapan kita yang hampir tiap malam. Sungguh, kamu salah satu alasan aku menyadari betapa di dunia ini masih ada orang-orang yang menyayangiku.
Well, ku akhiri
tulisanku ini dengan memanjatkan doa semoga ini tak terbacamu dalam waktu
dekat. Hahaha.
0 komentar:
Posting Komentar