"When you die, you just die. But if you write something, when you die, you'll live forever" D.N.W

Jumat, 24 Oktober 2014

Semacam Surat Terbuka :D

Surat ini aku buat sekitar Juni kemarin dalam rangka partisipasi di salah satu lomba menulis surat untuk Jokowi. Aku buatnya sekitar beberapa hari, dan setelah meminta masukan beberapa teman, akhirnya punya cukup nyali buat ikut lomba itu. Ga pede sih sebenarnya, sama sekali engga, secara saingan sama ribuan surat lain di luar sana. Daaaann... ternyata ketidakpedean ini terbukti, tulisan ini ga berhasil nembus hati juri, wkwk, ga masuk kategori apa-apa dalam pemenang,wkwk. 
Tapi gapapa deh, walau surat ini ga menang, yang penting pasangan Pak Jokowi dan Pak JK menang :D
Dan karena mereka uda menang, uda dilantik malah, aku punya keberanian buat publikasikan surat gagal ini di blog aku. Haha, sekian deh basa-basinya, aku ga punya kata-kata lagi selain: happy reading, readers^^


Kepada Pak Jokowi yang bersahaja
Ya’ahowu, Pak !

Saya adalah salah seorang penduduk Indonesia yang berasal dari sebuah pulau kecil di pinggiran Sumatra, Nias. Mungkin Bapak sedikit aneh mendengar sapaan saya di awal surat ini “ya’ahowu”, apakah Bapak pernah mendengarnya sebelumnya? Ini sapaan khas daerah kami, Pak.

Mungkin tidak banyak yang tahu tentang pulau kami, pulau yang bahkan keberadaannya di peta tidak lebih dari sebuah titik, terlalu sulit untuk dikenali. Bahkan saya juga tidak dapat menjamin bahwa “Nias” pernah terlintas di telinga Bapak. Namun, saya berharap Bapak punya rasa ingin tahu akan pulau kami ini dan mau sesekali berkunjung kemari. Pulau Nias indah, Pak. Cobalah datang dan membuktikannya sendiri.

Saya menuliskan surat ini sebagai suatu kerinduan saya untuk mengenalkan Nias kepada masyarakat nasional melalui Bapak, dan saya harap saya tidak salah alamat. Nias adalah pulau yang memiliki banyak potensi. Nias memiliki panorama alam yang indah, pantai-pantai yang masih bersih, hutan yang lebat, udara yang sejuk, warisan budaya yang menjadi tradisi seni yang tidak ditemui di daerah-daerah lain, dan beragam hal menarik lainnya. Bukankah Nias seharusnya bisa menarik mata dunia dengan potensi yang dimilikinya ini, Pak? Sayangnya, jangankan mata dunia, mata negara Indonesia saja pun masih sangat jarang bersedia melirik kemari. Sampai sekarang, belum ada pengelolaan yang benar dari pemerintah terhadap semua potensi ini. Sehingga orang-orang pun tetap saja lebih mengenal Nias sebagai pulau yang dipenuhi orang-orang bodoh dan miskin ketimbang pulau yang dipenuhi sejuta keindahan alam yang luar biasa.

Saya benci mengakuinya bahwa ya, penduduk Nias memang masih banyak yang berada di bawah taraf kebodohan oleh karena ketidakberpendidikannya kami. Dengan rendahnya sumber daya manusia yang kami punya, kami tidak dapat mengelola pulau ini agar bisa dikenal masyarakat luas, dan terlebih pemerintah pusat pun sangat jarang mempedulikan kami. Dalam masalah pendidikan, sebenarnya kami bukannya tidak punya sekolah, kami punya cukup banyak, namun sayangnya belum mencapai kualitas yang baik. Ini harus bagaimana, Pak? Ketika bahkan fasilitas sekolah masih sangat terbatas dengan para pengajar yang kualitasnya pun masih jauh dari standar, diwajibkan untuk bisa dengan cepat menyesuaikan diri dengan kurikulum yang setiap waktu berubah-ubah. Entahlah Pak, saya kurang mengerti dengan negara ini, yang katanya berorientasi ke depan, mau berlomba-lomba dengan negara lain demi bisa menjadi negara maju, demi kebaikan --selalu begitu katanya-- tanpa mempedulikan rakyat yang terseok-seok mengikuti setiap kebijakan yang mereka buat.

Izinkan saya bertanya, siapa yang harus disalahkan dengan keadaan ini, Pak? Dan pada siapa kami dapat berharap untuk mengubah keadaan ini?

Mendengar Bapak maju sebagai kandidat capres dan Pak JK sebagai cawapres di periode lima tahun mendatang ini membuat saya senang, sekalipun di luar saya ada banyak yang mengecam Bapak.  Tapi tak apalah Pak, hidup memang begini, “Kita yang jalani, orang lain yang mengomentari, namun tetaplah Tuhan yang memutuskan.”, jadi biarlah orang mau berkata apa, yang jelas bila Tuhan sudah memilih maka tak ada yang dapat membatalkannya.

Di surat ini saya mau mengatakan bahwa sejak awal Bapak duduk sebagai pejabat di Jakarta, saya telah jatuh cinta dengan gaya kepemimpinan Bapak. Tentang Bapak yang merakyat, sederhana, suka blusukan, langsung turun ke lapangan, berjumpa dengan masyarakat, dan banyak tindakan lain yang membuat saya terkagum-kagum dengan gaya kepemimpinan yang Bapak terapkan. Setidaknya besar harapan saya bahwa Bapak tidak sama dengan pemimpin-pemimpin lain yang lebih sering mengecewakan ketimbang membuat kami bangga. Yang seringnya hanya bisa menghabiskan uang negara dengan anggaran bermilyaran rupiah tanpa hasil apa-apa bagi rakyat, yang lebih sibuk diskusi dan rapat ini itu di ruangan ber-AC yang nyaman daripada langsung turun ke lapangan dan melihat akar permasalahan. Saya sangat berharap bahwa terpilih atau tidak terpilihnya Bapak menjadi presiden nantinya tidak akan mengubah apapun dari gaya kepemimpinan Bapak, tetaplah bersahaja. Namun besar harapan saya bahwa Bapak yang terpilih, sehingga dapat mengubah keadaan Indonesia, terkhususnya Nias.

Sebenarnya saya sempat iri ketika mendengar Bapak berkunjung ke Papua untuk berkampanye beberapa waktu yang lalu, bertanya-tanya dalam hati “kapan giliran Nias?”. Namun rasa iri itu cepat-cepat sirna ketika menyadari bahwa Papua pun membutuhkan perhatian dari pemerintah Indonesia. Kami bernasib sama Pak, sama-sama bagian dari Indonesia, tapi sering terabaikan. Setidaknya mengetahui Bapak punya keinginan untuk membangun daerah yang sering terpinggirkan seperti Papua membuka harapan saya lebih besar, bahwa bukan mustahil ke depan Bapak akan melirik Nias dan juga  membangun pulau ini. Cobalah berkunjung ke Nias, Pak dan jatuh cintalah dengan pulau ini.

Karena itulah melalui surat ini saya mau membeberkan apa yang dipunyai oleh Nias yang masih belum diketahui oleh orang banyak, agar Bapak dan semua orang lain yang mungkin turut membaca surat ini mengetahui bahwa ada pulau penuh potensi wisata yang telah lama terabaikan di pinggiran Sumatra ini, Pulau Nias. Kami akan sangat berterimakasih bila pemerintah mau tergerak hatinya mengelola pulau ini. Mungkin Bapak bisa mengusulkan pulau kami ini nantinya sebagai salah satu tempat wisata nasional, lalu memberikan perhatian untuk pengembangan kepariwisataan di pulau ini. Agar sejatinya kebanggaan kami akan pulau ini dibarengi juga dengan pengelolaan yang tepat dari pemerintah untuk memajukan Pulau Nias dan memperbaiki  keadaan ekonomi masyarakatnya.

Saya juga berharap ke depan, bila Bapak telah terpilih, Bapak bersedia memajukan pendidikan di daerah kami. Perbaiki tatanan pendidikan di Indonesia ini Pak, beri ruang bagi daerah-daerah terpencil untuk dapat mengaktualisasikan diri mereka juga, beri kami kesempatan untuk dapat merasakan sekolah dengan fasilitas yang memadai, dan beri kami sistem pendidikan yang lebih baik yang tidak hanya berorientasi pada sekolah-sekolah di kota-kota besar sana melainkan juga mempertimbangkan kami yang terpencil ini.

Saya tahu di Indonesia bukan hanya Nias yang perlu dibenahi, banyak daerah dari Sabang sampai Merauke yang juga memerlukan hal yang sama. Kami perlu pemimpin yang lebih baik untuk Indonesia. Hanya saja, saya di sini menulis surat sebagai anak pulau yang merindukan perubahan di tempat kelahiran saya. Mungkin terkesan egois, namun saya sudah hampir tidak tahan melihat Pulau Nias terabaikan. Takut-takut kalau suatu saat Pulau Nias ini justru berpindah ke tangan asing oleh sebab pengabaian yang berkepanjangan dari pemerintahnya sendiri. Ketakutan ini tidak berlebihan, bukan? Sebab sudah banyak pulau-pulau kecil lain yang bernasib demikian, dan saya tidak mau pulau kami giliran berikutnya. Karena itulah saya sangat berharap kepada Bapak. Izinkan kami membebani satu sentimeter saja dari bahu Bapak dengan harapan-harapan terhadap kemajuan Nias. Bila Bapak terpilih menjadi presiden nanti, tolong jangan mengabaikan kami juga. Kami sudah letih terus-menerus ditolak oleh pemerintah yang lalu-lalu, kami rindukan perubahan, kami rindukan perbaikan, dan kami rindukan pembangunan. Ya, semoga di pemerintahan Bapak, kami bisa menikmati semua itu.

Sekian saja surat dari saya. Terima kasih karena telah menyempatkan diri untuk membaca surat ini. Terus berjuang Pak ! Dan jangan pernah menyerah untuk membawa Indonesia kepada perubahan yang lebih baik. Tuhan memberkati Bapak.



Read More

Kamis, 02 Oktober 2014

Rindu Pulang



Semalam aku bermimpi pulang. Di sana canda dan tawa berhamburan di udara, di sana bahagia. Namun ketika aku terbangun, semua lenyap. 
Ada perih yang menyeruak ketika nyata menyadarkan bahwa pulangku takkan lagi sama setelah ini. Dan tiba-tiba saja airmataku jatuh.
Kamu tau teman, ini tidak mudah.

Pulang.  Rumah.
Dulu aku tak pernah temukan hal istimewa dari sana. Yang ku tau, pulang adalah kembali ke rumah. Dan rumah adalah tempat dimana Papa, Mama, Kakak, dan Abangku akan menyambut ketika aku pulang. Sebatas itu, tak lebih dan tak kurang.
Hingga akhirnya segalanya berubah, ketika pulangku tak lagi disambut oleh mereka. Tiba-tiba saja rumah tak sehangat dulu. Tak ada lagi pelukan dan sapaan atas pulangku. Tak ada lagi mereka. Satu per satu sudah berubah menjadi batu nisan.
Sejak itu aku tau, pulangku dan rumahku sudah tak seistimewa dulu.
Aku sudah melewatkannya. Aku melewatkannya, teman.

Sejak terjaga dari mimpiku semalam, ingatan begitu sering melemparkanku kembali ke masa lalu. Aku teringat rumah. Aku teringat setiap mimpi yang pernah kami lambungkan bersama di sana. Aku teringat setiap tawa, tangis, amarah, dan kasih yang pernah hadir. Aku teringat wajah-wajah yang dulu pernah begitu bahagia. Hingga akhirnya, aku teringat semua tinggal kenangan.
Mengapa demikian teman? Mengapa?

Waktu bergulir terlalu cepat. Kesempatan berlalu begitu saja. Segala sesuatunya mendadak berubah. Aku bahkan merasa tak sempat mengedipkan mata ketika semuanya terburu-buru meninggalkanku.
Apa yang salah teman? Apa?
Tak bisakah kamu membantuku mencari jawabnya? Aku sudah menanyakannya kepada karang, kepada ombak, kepada matahari, dan bahkan kepada rumput yang bergoyang, namun mereka pun tak punya jawab.

Ah sudahlah.

Jangan terlalu memaksakan diri mencari jawab atas tanyaku, teman. Aku tak akan menanyaimu lagi. Aku tau kamu pun tidak mengerti tentang apa yang menimpaku. Maklumi saja, mungkin di lain waktu kita bisa berbagi lebih banyak cerita sampai kamu bisa mengerti.

Aku rasa aku hanya terlalu merindu.
Aku rasa aku hanya terlalu letih.
Aku rasa aku hanya butuh pulang, kembali kepada-Nya.
Menumpahkan segala tangis dan sedih ini pada Tuhanku.
Bukankah Tuhan adalah sebaik-baiknya tempat untuk pulang, teman?
:)
Baiklah, sampai bertemu kembali.
Read More

Senin, 14 April 2014

Surat Untuk : Kamu


Dear, …
Apa kabar serpihan masa lalu? Masih ingat denganku? Bayang-bayang yang dahulu pernah menjadi nyata dalam hidupmu, pernah menjadi orang yang paling berarti bagimu, pernah menduduki posisi terpenting di hatimu,  namun sekarang tak menyisakan apa-apa di ingatanmu.

Maaf bila sekarang aku muncul kembali, sedikit mengusik ingatanmu tentang kita yang telah tenggelam –atau sengaja ditenggelamkan dalam lautan ingatanmu. Aku tau, selepas kepergianku, kamu membenciku dengan sangat hebat. Setiap cacian, kekesalan, kebencian, dan kekecewaan yang kamu tumpahkan di media sosial sudah terbaca olehku, sangat nyata, bahkan terlalu jelas, kamu membenciku. Tak salah memang, karena aku pun bila berada di posisimu saat itu mungkin akan melakukan hal yang sama.

Namun, bila aku boleh bertanya, pernahkah kamu sedikit saja berpikir bagaimana bila kamu berada di posisiku? Ketika meninggalkanmu bukan lagi menjadi sebuah pilihan namun keharusan bagiku. Aku lemah, sayang. Aku tak punya cukup kekuatan untuk berjuang terlalu keras untuk mempertahankan “kita”.
Aku meminta maaf untuk hal ini, maaf bila dulu aku memilih pergi dan tak memberi kabar, maaf karena sudah menyerah tanpa aba-aba, maaf karena sudah memutuskan dengan paksa rasa yang pernah ada, maaf karena aku terlalu lemah dan bodoh saat itu, maaf karena aku melepaskanmu.

Aku disini bukan hendak membela diri, bagaimana pun aku tau aku berada di posisi yang salah, karena untuk segala macam alasan yang menumpuk di otakku, aku tak sanggup menjelaskan mengapa aku harus melakukan itu.
Aku hanya berharap selepas membaca tulisan ini, kamu mau memaafkanku dan tidak terus menerus membiarkan dirimu tenggelam dalam kebencian yang semakin lama justru semakin melukaimu. Lekaslah sembuh dari lukamu, maaf karena aku tak bisa berada disisimu mengobati dan membalut luka itu. Yakinlah, Tuhan sudah menyediakan gadis yang lebih baik dariku untuk mendampingimu, merawatmu, dan membantumu mengobati luka yang pernah ku torehkan. Sekali lagi, tolong maafkan aku.

Disini, dalam pelarianku, aku tetap mengingatmu.
Disini, dalam setiap doaku, aku tetap menyebut namamu.
Berbahagialah sayang … agar kelak ketika kita bertemu,
aku sanggup untuk berkata :
“Terima kasih karna sudah bahagia, meskipun itu tanpaku …”.


Tertanda,

“Seseorang  dari Masa Lalumu”


#fiksi
Read More

Selasa, 18 Februari 2014

Ada Apa dengan Selimut?



“Tuhan, bolehkah selimut ini pensiun sebagai penyedia pelukan bagiku? Dia pasti lelah, aku juga, aku ingin tidur panjang saja dalam pelukanmu, tanpa takut lagi bermimpi sepi.”

Intermezzo
Awalnya pas buat isi blog ini di draft, quote di atas aku letakkin di bawah, bagian ending. Tapi, dengan segala pertimbangan dan hipotesis (yang belum di uji) , akhirnya ku putuskan menaruhnya di atas saja, ketimbang setelah membacanya orang-orang nyangka aku mau bunuh diri, mau tidur panjang dan ga bangun-bangun lagi, kan berabe akhirnya~

☺☺☺

Orang-orang yang kenal aku mungkin bakal tau soal kebiasaan yang satu ini : “aku selalu berselimut kalau mau tidur” , terserah di luar sedang mengganas panasnya ataupun menggigil dinginnya, selimut adalah benda wajib yang harus ada di tiap tidurku.
Mungkin beberapa orang juga akan bertanya-tanya, mengapa harus selimut? Ada apa dengan selimut? Bagaimana hal itu bisa dikarenakan oleh selimut? dan blablabla ..
Haha, dasar manusia, kerjaannya mau tauuu aja :p

Tapi tak apa, akan ku beritahu.

Berkisah tentang selimut aku juga tak tau persis kapan memulainya. Bahwa di setiap tidur, selimut adalah benda utama yang ku butuhkan. Mungkin sejak kecil? Sejak mama mengajarkanku untuk tidur pakai selimut, “nanti digigit nyamuk” begitu selalu ujarnya.
Namun seingatku, saat itu aku masih belum suka selimut, bahkan dulu aku suka nakal melepasnya bila ku tau mama sedang tidak mengawasi tidurku. Haha.

Ataukah mungkin sejak mulai menginjak remaja? Di kala episode penuh konflik mulai memenuhi hidup, di kala aku tak sudi meneteskan air mata di depan siapapun juga, sesakit apapun –biasalah, gadis remaja yang mencari jati diri, tak cukup rela dipanggil cengeng.
Lalu setiap malam aku selalu mencari selimut, bersembunyi di baliknya, terisak sedalamnya dan menumpahkan semua perih yang berhasil ku bendung di hadapan banyak orang, menangis pilu, sampai terlelap sama sekali.
Mungkin saja memang sejak saat itu, namun aku tak ingat sejak kapan tepatnya benda pelampias tangis berubah menjadi benda yang wajib selalu ada.

Ataukah mungkin sejak mulai beranjak dewasa? Ketika waktu bergulir dan membiarkan satu per satu serba berubah. Ketika kenyataan hidup hanya berkutat pada perihal pertemuan~perpisahan, mendapat~kehilangan, kehidupan~kematian. Awalnya membawa ramai namun berakhir sepi.
Ya, sepertinya sejak itu selimut tak lagi hanya sekedar sebagai penyelimut, namun juga pemeluk terbaik. Ah, betapa seringnya sepi menggelitik dan aku merindu pelukan dari orang-orang yang telah tiada itu :’)
Dan sekarang dalam setiap episode sepi, selimut akan dicari. Sebagai penyedia pelukan sejati. Tak peduli di luar sedang mengganas panasnya ataupun menggigil dinginnya, selimut akan tetap setia di sudut tempatnya, tersenyum menggoda menawarkan pelukan hangat. Dan aku tidak bisa mengelak, selimut adalah sehangat-hangatnya pelukan yang ku cari.

☺☺☺

CUT ! CUT! CUT!
Ini kenapa isi blognya jadi mellow menuju rapuh dan terpuruk begini?
Astaga, the power of imajination -_-
Okay, aku ngaku. Jadi jawaban sejujur-jujurnya mengapa aku suka selimut
adalah ……………..
karena aku tukang tidur (titik).
Ga peduli di luar sedang mengganas panasnya ataupun menggigil dinginnya; aku tetap tidur.
Dan tidur pakai selimut itu rasanya nyaman banget.
Mau bukti? Coba saja sendiri :p
Nyahahaha xD
Read More
Gambar tema oleh Nic_Taylor. Diberdayakan oleh Blogger.

© 2011 Coretan Ayu :), AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena