"When you die, you just die. But if you write something, when you die, you'll live forever" D.N.W

Selasa, 18 Februari 2014

Ada Apa dengan Selimut?



“Tuhan, bolehkah selimut ini pensiun sebagai penyedia pelukan bagiku? Dia pasti lelah, aku juga, aku ingin tidur panjang saja dalam pelukanmu, tanpa takut lagi bermimpi sepi.”

Intermezzo
Awalnya pas buat isi blog ini di draft, quote di atas aku letakkin di bawah, bagian ending. Tapi, dengan segala pertimbangan dan hipotesis (yang belum di uji) , akhirnya ku putuskan menaruhnya di atas saja, ketimbang setelah membacanya orang-orang nyangka aku mau bunuh diri, mau tidur panjang dan ga bangun-bangun lagi, kan berabe akhirnya~

☺☺☺

Orang-orang yang kenal aku mungkin bakal tau soal kebiasaan yang satu ini : “aku selalu berselimut kalau mau tidur” , terserah di luar sedang mengganas panasnya ataupun menggigil dinginnya, selimut adalah benda wajib yang harus ada di tiap tidurku.
Mungkin beberapa orang juga akan bertanya-tanya, mengapa harus selimut? Ada apa dengan selimut? Bagaimana hal itu bisa dikarenakan oleh selimut? dan blablabla ..
Haha, dasar manusia, kerjaannya mau tauuu aja :p

Tapi tak apa, akan ku beritahu.

Berkisah tentang selimut aku juga tak tau persis kapan memulainya. Bahwa di setiap tidur, selimut adalah benda utama yang ku butuhkan. Mungkin sejak kecil? Sejak mama mengajarkanku untuk tidur pakai selimut, “nanti digigit nyamuk” begitu selalu ujarnya.
Namun seingatku, saat itu aku masih belum suka selimut, bahkan dulu aku suka nakal melepasnya bila ku tau mama sedang tidak mengawasi tidurku. Haha.

Ataukah mungkin sejak mulai menginjak remaja? Di kala episode penuh konflik mulai memenuhi hidup, di kala aku tak sudi meneteskan air mata di depan siapapun juga, sesakit apapun –biasalah, gadis remaja yang mencari jati diri, tak cukup rela dipanggil cengeng.
Lalu setiap malam aku selalu mencari selimut, bersembunyi di baliknya, terisak sedalamnya dan menumpahkan semua perih yang berhasil ku bendung di hadapan banyak orang, menangis pilu, sampai terlelap sama sekali.
Mungkin saja memang sejak saat itu, namun aku tak ingat sejak kapan tepatnya benda pelampias tangis berubah menjadi benda yang wajib selalu ada.

Ataukah mungkin sejak mulai beranjak dewasa? Ketika waktu bergulir dan membiarkan satu per satu serba berubah. Ketika kenyataan hidup hanya berkutat pada perihal pertemuan~perpisahan, mendapat~kehilangan, kehidupan~kematian. Awalnya membawa ramai namun berakhir sepi.
Ya, sepertinya sejak itu selimut tak lagi hanya sekedar sebagai penyelimut, namun juga pemeluk terbaik. Ah, betapa seringnya sepi menggelitik dan aku merindu pelukan dari orang-orang yang telah tiada itu :’)
Dan sekarang dalam setiap episode sepi, selimut akan dicari. Sebagai penyedia pelukan sejati. Tak peduli di luar sedang mengganas panasnya ataupun menggigil dinginnya, selimut akan tetap setia di sudut tempatnya, tersenyum menggoda menawarkan pelukan hangat. Dan aku tidak bisa mengelak, selimut adalah sehangat-hangatnya pelukan yang ku cari.

☺☺☺

CUT ! CUT! CUT!
Ini kenapa isi blognya jadi mellow menuju rapuh dan terpuruk begini?
Astaga, the power of imajination -_-
Okay, aku ngaku. Jadi jawaban sejujur-jujurnya mengapa aku suka selimut
adalah ……………..
karena aku tukang tidur (titik).
Ga peduli di luar sedang mengganas panasnya ataupun menggigil dinginnya; aku tetap tidur.
Dan tidur pakai selimut itu rasanya nyaman banget.
Mau bukti? Coba saja sendiri :p
Nyahahaha xD
Read More
Gambar tema oleh Nic_Taylor. Diberdayakan oleh Blogger.

© 2011 Coretan Ayu :), AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena