“Tuhan,
bolehkah selimut ini pensiun sebagai penyedia pelukan bagiku? Dia pasti lelah,
aku juga, aku ingin tidur panjang saja dalam pelukanmu, tanpa takut lagi
bermimpi sepi.”
Intermezzo
Awalnya pas buat isi blog ini di draft, quote di
atas aku letakkin di bawah, bagian ending. Tapi, dengan segala pertimbangan dan
hipotesis (yang belum di uji) , akhirnya ku putuskan menaruhnya di atas saja,
ketimbang setelah membacanya orang-orang nyangka aku mau bunuh diri, mau tidur
panjang dan ga bangun-bangun lagi, kan berabe akhirnya~
☺☺☺
Orang-orang
yang kenal aku mungkin bakal tau soal kebiasaan yang satu ini : “aku selalu
berselimut kalau mau tidur” , terserah di luar sedang mengganas panasnya
ataupun menggigil dinginnya, selimut adalah benda wajib yang harus ada di tiap
tidurku.
Mungkin
beberapa orang juga akan bertanya-tanya, mengapa harus selimut? Ada apa dengan
selimut? Bagaimana hal itu bisa dikarenakan oleh selimut? dan blablabla ..
Haha,
dasar manusia, kerjaannya mau tauuu aja :p
Tapi
tak apa, akan ku beritahu.
Berkisah
tentang selimut aku juga tak tau persis kapan memulainya. Bahwa di setiap
tidur, selimut adalah benda utama yang ku butuhkan. Mungkin sejak kecil? Sejak
mama mengajarkanku untuk tidur pakai selimut, “nanti digigit nyamuk” begitu
selalu ujarnya.
Namun
seingatku, saat itu aku masih belum suka selimut, bahkan dulu aku suka nakal
melepasnya bila ku tau mama sedang tidak mengawasi tidurku. Haha.
Ataukah
mungkin sejak mulai menginjak remaja? Di kala episode penuh konflik mulai
memenuhi hidup, di kala aku tak sudi meneteskan air mata
di depan siapapun juga, sesakit apapun –biasalah, gadis remaja
yang mencari jati diri, tak cukup rela dipanggil cengeng.
Lalu
setiap malam aku selalu mencari selimut, bersembunyi di baliknya, terisak
sedalamnya dan menumpahkan semua perih yang berhasil ku bendung di hadapan
banyak orang, menangis pilu, sampai terlelap sama sekali.
Mungkin
saja memang sejak saat itu, namun aku tak ingat sejak kapan tepatnya benda
pelampias tangis berubah menjadi benda yang wajib selalu ada.
Ataukah
mungkin sejak mulai beranjak dewasa? Ketika waktu bergulir dan membiarkan satu
per satu serba berubah. Ketika
kenyataan hidup hanya berkutat pada perihal pertemuan~perpisahan,
mendapat~kehilangan, kehidupan~kematian. Awalnya membawa ramai namun
berakhir sepi.
Ya,
sepertinya sejak itu selimut tak lagi hanya sekedar sebagai penyelimut, namun
juga pemeluk terbaik. Ah, betapa seringnya sepi menggelitik dan aku merindu
pelukan dari orang-orang yang telah tiada itu :’)
Dan
sekarang dalam setiap episode sepi, selimut akan dicari. Sebagai penyedia
pelukan sejati. Tak peduli di luar sedang mengganas panasnya ataupun menggigil
dinginnya, selimut akan tetap setia di sudut tempatnya, tersenyum menggoda
menawarkan pelukan hangat. Dan aku tidak bisa mengelak, selimut adalah sehangat-hangatnya
pelukan yang ku cari.
☺☺☺
CUT ! CUT! CUT!
Ini kenapa isi blognya jadi mellow menuju rapuh dan
terpuruk begini?
Astaga, the power of imajination -_-
Okay, aku ngaku. Jadi jawaban sejujur-jujurnya
mengapa aku suka selimut
adalah ……………..
karena aku tukang tidur (titik).
Ga peduli di luar sedang mengganas panasnya ataupun
menggigil dinginnya; aku tetap tidur.
Dan
tidur pakai selimut itu rasanya nyaman banget.
Mau bukti? Coba saja sendiri :p
Nyahahaha xD